Kakan Pol PP Kota Jambi, Feriyadi, diduga melindungi pengusaha galon dan peternakan babi yang terbukti melanggar aturan. Tidak ada penyegelan, tak ada sanksi. Ada apa di balik perlakuan istimewa ke EDI ini?

by -593 views

JAMBI — Bau menyengat dari peternakan babi dan suara mesin pabrik pengolahan plastik terdengar dari sebuah kompleks tertutup di kawasan Sijenjang, Kota Jambi. Di sanalah CV Absolute Sejahtera, milik seorang pengusaha bernama Edi, menjalankan dua usaha sekaligus: pabrik galon dan tutup galon, serta peternakan babi dalam satu kawasan

Lokasinya berada dalam zona yang secara hukum tidak diperuntukkan bagi kegiatan industri maupun peternakan berskala besar. Namun alih-alih dihentikan, aktivitas bisnis Edi tetap berjalan lancar. Tidak ada garis penyegelan. Tidak ada perintah pembongkaran. Tidak ada aparat turun.

Sebaliknya, Edi justru mendapat undangan resmi dari Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Jambi, Feriyadi, pada 4 Juni lalu. Undangan itu bukan berisi ancaman sanksi atau penghentian usaha, melainkan tawaran solusi dan pembinaan. Sebuah langkah yang tak lazim untuk pelanggaran sejelas ini.

Dilaporkan Melanggar, Tapi Tak Ditindak

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber internal pemerintah, Tim Terpadu Kota Jambi telah menyatakan bahwa kegiatan usaha Edi melanggar Perda tentang RTRW Kota Jambi, serta tidak memiliki dokumen lingkungan memadai sebagaimana disyaratkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Serta dokumen ijin lain nya terkait produk yang diproduksi nya.

“Lokasi usaha berada di zona permukiman dan tidak sesuai peruntukan ruang,” tulis laporan tim, yang juga merekomendasikan tindakan penertiban oleh Satpol PP sebagai pelaksana teknis.

Namun hasil laporan itu tak pernah ditindaklanjuti. Bahkan, menurut sumber redaksi di lingkungan Pemkot, ada tekanan internal untuk “menenangkan” kasus ini agar tidak sampai ke media atau publik

Lokasi Pabrik galon dan tutup botol dikawasan peternakan babi
Lokasi Usaha Pabrik galon dan tutup galon CV Absolute Sejahtera dan peternakan Babi (semua milik Edi)

Galak ke PKL, Lembek ke Pengusaha

Kontras terlihat dari cara Satpol PP menangani pedagang kaki lima (PKL) dan usaha kecil lainnya. Selama tahun 2024, tercatat lebih dari 400 penggusuran terhadap PKL dan warung tenda di Jambi, dengan dalih pelanggaran Perda. Penertiban dilakukan cepat dan tanpa kompromi.

“Kami ini hanya jualan gorengan, bisa langsung diangkut. Tapi pabrik dan peternakan babi kok dibiarkan?” kata inisial J , warga yang enggan disebut nama nya

Siapa Sebenarnya Edi?

Publik mulai bertanya: apa yang membuat Feriyadi rela memasang badan membela Edi? Dalam catatan perusahaan, Edi dikenal memiliki jaringan luas dalam sektor perdagangan air minum isi ulang dan pengolahan plastik. Ia juga disebut memiliki relasi dekat dengan sejumlah tokoh di lingkar Pemkot Jambi.

Redaksi belum berhasil kembali menghubungi Feriyadi pasca marah2 beberapa yg lalu saat ditanya sanksi untuk pengusaha edi. Sedangkan Edi saat konfirmasi langsung. Pesan singkat yang dikirimkan ke nomor telepon nya dibalas dengan mengirim no Hp yang setelah dilacak indikasi merupakan oknum salah satu ormas. Tentu hal ini seakan akan Edi memberikan ancaman bahwa redaksi akan berurusan dengan ormas tersebut jika masih menaikkan berita .

Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Pengamat kebijakan publik dan praktisi hukum , Mufni maulid ” menyebut kasus ini sebagai contoh nyata standar ganda dalam penegakan aturan. “Ini bukan kelalaian administratif. Ini keputusan politik dalam bentuk paling vulgar,” katanya.

Ia menilai tindakan Kepala Satpol PP sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan. “Jika terbukti sengaja mengabaikan hasil kajian Tim Terpadu, maka Feriyadi bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum maupun etik.” pungkas maulid

Desakan untuk Wali Kota Jambi

Desakan kepada Wali Kota, Maulana, mulai bergema. Sejumlah warga dan tokoh masyarakat meminta agar Feriyadi dicopot dan diperiksa.

“Kami sudah muak dengan hukum yang hanya berani pada rakyat kecil. Kalau Edi bisa bebas langgar aturan, besok semua orang bisa lakukan hal yang sama,” kata Akmal, aktivis lingkungan Jambi.

Pelanggaran yang Diduga Terjadi:

1. Perda No. 3 Tahun 2016 tentang RTRW Kota Jambi:

Melarang aktivitas industri dan peternakan di kawasan permukiman seperti Sijenjang.

2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:

Usaha tanpa dokumen UKL-UPL atau Amdal dapat dipidana dan dikenai denda hingga Rp3 miliar.

3. Perda No. 5 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum:

Memberi dasar hukum Satpol PP untuk menghentikan kegiatan usaha yang meresahkan warga atau mengganggu lingkungan.

Kasus ini mencerminkan wajah kusam birokrasi lokal yang masih berpihak pada pemilik modal, bukan pada rakyat. Jika pengusaha seperti Edi terus mendapat perlakuan istimewa, maka hukum di Kota Jambi tak ubahnya panggung sandiwara.

Dan Feriyadi, kini berdiri di tengahnya—bukan sebagai penegak aturan, melainkan simbol pengkhianatan terhadapnya.

> “Aturan seharusnya ditegakkan, bukan dinegosiasikan,” kata seorang mantan pejabat Pemkot yang enggan disebut namanya. “Kalau semua bisa diselesaikan lewat lobi, untuk apa ada Perda?”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *