Sidang Kasus Ratu Narkoba (Helen) dan Diding Didakwa Sebagai BOS Pengendali Sabu dan Ekstasi

by -6 views

JAMBI – Helen Dian Krisnawati dan Diding menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jambi sebagai terdakwa dalam kasus peredaran narkotika.

Keduanya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagaimana dalam dakwaan primer.

Selain itu, mereka juga didakwa dengan Pasal 112 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (2) UU yang sama dalam dakwaan subsider, serta Pasal 112 Ayat (1) Jo Pasal 132 Ayat (1) dalam dakwaan lebih subsider.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dominggus Silaban, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Meli Anggaraini Siregar menyampaikan bahwa kedua terdakwa merupakan pengendali jaringan peredaran narkotika jenis sabu dan ekstasi dalam jumlah besar.

Kasus ini bermula ketika Diding menawarkan pekerjaan kepada Arifani alias Ari Ambok untuk menjual sabu dan ekstasi melalui telepon. Dalam percakapan tersebut, Ari Ambok bertanya tentang kepemilikan barang tersebut.

“Barangnya siapa, Bang?” tanya Ari Ambok.

Diding pun menjawab bahwa narkotika itu milik Helen.

“Barangnya dari Helen,” ujar Diding.

Ari Ambok kemudian bertanya tentang keamanan transaksi tersebut.

“Aman nggak?” tanyanya.

Diding pun meyakinkan, “Kalau untuk luar kota, Insyaallah aman,” ungkapnya, sebagaimana disampaikan dalam dakwaan JPU.

Saat percakapan berlangsung, Diding menggunakan fitur loudspeaker agar Helen bisa mendengar.

“Kemudian saksi Diding bertanya pada terdakwa, ‘Jadi gimana?’ Saat itu, Helen nyeletuk, ‘Pokoknya kalau mau kerja, urusannya sama Diding lah. Aman itu, nanti kalau ada masalah, saya yang urus.’ Lalu Diding berkata pada Ari Ambok, ‘Ini Cici (Helen, red) nyuruh kamu sebulan jual 20 kilo.’ Namun, terdakwa menjawab, ‘Nggak bisa kalau 20 kilo.’ Diding kemudian menawar, ‘Kalau 10 kilo lah?’ Tetapi terdakwa tetap menolak, ‘Belum bisa lah, Bang. Kalau 1 atau 2 kilo mungkin bisa,’” demikian tertuang dalam dakwaan JPU.

Percakapan mengenai transaksi narkotika itu berlanjut. Saat itu, Diding meminta terdakwa menjual 4 atau 5 kg sabu dan pil ekstasi.

“Ya sudah, 4 atau 5 kilo,” jawab terdakwa.

Kesepakatan pun terjadi, dengan harga per kilogram sabu sebesar Rp450 juta dan per butir ekstasi Rp160 ribu. Setelah itu, Diding bertanya kepada Helen mengenai waktu pelaksanaan transaksi.

“Kapan barang mau diturunkan?” tanya Diding.

Helen pun menjawab, “Kamu pulang dulu, nanti ditelepon.”

Keesokan harinya, Helen menghubungi Diding untuk memberitahukan bahwa penyerahan sabu dan ekstasi akan dilakukan di daerah Pulau Pandan sekitar pukul 16.00 WIB. Ia menyuruh Diding untuk menunggu seseorang yang akan mengantarkan barang tersebut di atas jembatan Pulau Pandan.

Tak lama kemudian, anak buah Helen yang bernama Tono datang. Diding ternyata mengenali orang suruhan Helen tersebut.

Tono menyerahkan 4 kg sabu dan 2.000 butir ekstasi yang dibungkus plastik kresek hitam. Setelah menerima barang itu, Diding menyimpannya di semak-semak berjarak 200 meter dari jembatan tempat penyerahan. Ia kemudian menelepon terdakwa untuk memberi tahu bahwa barang sudah tersedia.

“Barang sudah ada, ambil lah,” ujar Diding.

Terdakwa pun bertanya lokasi pengambilannya.

“Di Jembatan Pulau Pandan, Kelurahan Legok, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi,” jawab Diding, sebagaimana tertulis dalam dakwaan.

Sekitar pukul 19.00 WIB, terdakwa menghubungi Diding untuk memberikan ciri-ciri orang suruhannya yang akan mengambil barang tersebut.

Orang tersebut disebut menggunakan sepeda motor NMax warna merah dan mengenakan jaket hitam. Sekira pukul 21.00 WIB, orang suruhan terdakwa tiba di jembatan Pulau Pandan. Diding memastikan identitasnya, lalu menyerahkan 4 kg sabu dan 2.000 butir ekstasi kepada orang tersebut.

Dalam transaksi ini, terdakwa, Diding, dan Helen telah sepakat bahwa harga sabu per kilogram adalah Rp450 juta dan harga per butir ekstasi Rp160 ribu. Meskipun seluruh narkotika belum terjual, terdakwa sudah dapat melakukan pembayaran kepada Diding.(*)