Tebo- Pembangunan Pasar Tanjung Bungur di Kabupaten Tebo yang semula dipromosikan sebagai langkah revitalisasi ekonomi rakyat, kini berubah menjadi panggung korupsi berjemaah. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Perindagkop) Tebo, Nurhasana, resmi ditahan Kejaksaan Negeri Tebo bersama dua Tersangka lainnya, setelah penyidik mengendus dugaan kuat korupsi dalam proyek senilai Rp2,735 miliar tersebut.
Ketiganya Nurhasanah (Kadis sekaligus PPK), Edi Sopian(Kabid Perdagangan sekaligus PPSPM), dan Solihin (rekanan pelaksana proyek)—ditahan sejak Rabu malam, 11 Juni 2025 di Lapas Kelas II B Muara Tebo untuk 20 hari ke depan.
Proyek ini semula dianggarkan sebesar Rp5 miliar melalui dana Tugas Pembantuan Kementerian Perdagangan Tahun Anggaran 2023. Namun, belakangan nilai proyek diturunkan menjadi Rp3 miliar, lalu kembali disesuaikan ke angka Rp2,735 miliar. Di sinilah permainan dimulai.
Kajari Tebo, Ridwan Ismawanta, mengungkap bahwa terdapat mark-up lebih dari Rp1 miliar, berdasarkan audit dan dua alat bukti kuat.
“Tersangka diduga memperkaya diri atau pihak lain secara melawan hukum, hingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp1.011.000.000,- ,” ujarnya dalam konferensi pers di Kejari Tebo.
Ketiga tersangka kini dijerat dengan:
Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor,
Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hingga 20 tahun penjara.
Kejaksaan membuka kemungkinan adanya tersangka tambahan, seiring pendalaman terhadap aliran dana proyek. Ridwan menegaskan pihaknya tidak akan berhenti pada tiga nama saja.
“Kami pastikan, penyidikan akan terus berkembang. Tidak akan ada yang kami lindungi,” ucapnya.
Sumber internal Kejari Tebo menyebutkan, indikasi keterlibatan pihak lain—baik dari luar dinas maupun mitra politik eksekutif—masih dalam penyisiran data dan dokumen digital. Dugaan adanya kolusi lintas lini memperkuat spekulasi bahwa praktik ini sudah berlangsung sistemik.
Dugaan investigatif mengarah pada potensi rekayasa nilai kontrak, laporan progres fiktif, hingga pemecahan pekerjaan agar lolos pengawasan. Belum jelas apakah nilai proyek yang diturunkan secara formal digunakan sebagai celah untuk menyimpan dana sisa ke luar sistem APBD.
Pertanyaan publik kini mengarah: siapa yang menyetujui revisi anggaran proyek dan mengapa?
Pihak Inspektorat maupun DPRD belum memberikan tanggapan resmi atas peran pengawasan mereka dalam proyek ini.
Kasus ini membuka tabir lama soal lemahnya pengawasan internal dalam pengelolaan dana pusat di daerah.
Dengan ancaman pidana hingga puluhan tahun dan potensi keterlibatan aktor lain, redaksi akan terus mengikuti dan menyelidiki lebih jauh(*)