Muaro Jambi – Kegelisahan masyarakat atas dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan BLUD kembali mencuat. Aksi demonstrasi damai yang digelar Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia (JARI) pada Selasa, 24 Juni 2025, di depan Kantor Bupati Muaro Jambi, menyulut perhatian publik dan media.
Dugaan penyalahgunaan dana yang disebut berlangsung sejak 2022 hingga 2024 itu tak hanya mengarah pada pemotongan liar terhadap dana operasional puskesmas se-Kabupaten Muaro Jambi, tetapi juga menyasar sistem pengelolaan internal Dinas Kesehatan yang dianggap sarat penyimpangan.
Aksi damai itu berujung pada pertemuan formal antara perwakilan JARI dan pihak Pemkab, diwakili oleh Asisten Bupati serta jajaran Dinas Kesehatan Muaro Jambi. Namun, alih-alih mendapat klarifikasi, publik justru disuguhkan pernyataan mengejutkan dari Sekretaris Dinas Kesehatan (Sekdis), yang menyatakan tidak tahu-menahu soal dugaan korupsi tersebut.
> “Saya tidak tahu apa-apa,” ujar Sekdis singkat ketika dimintai klarifikasi oleh JARI, pernyataan yang justru memperkuat kecurigaan akan adanya pembiaran sistemik di balik praktik tersebut.
Padahal, JARI telah secara resmi melaporkan dugaan praktik korupsi terstruktur itu ke Kejaksaan Negeri Muaro Jambi. Nilai kerugian negara dari pemotongan dana operasional puskesmas disebut mencapai miliaran rupiah.
Sayangnya, alih-alih menjawab desakan transparansi dan pertanggungjawaban, pihak Pemkab hanya menyampaikan jawaban normatif: “akan kami pelajari terlebih dahulu”. Sebuah pernyataan yang dinilai publik sebagai bentuk penghindaran tanggung jawab.
Ketua Umum JARI, Wandi Priyanto, menyebut reaksi pejabat Dinkes sangat mengecewakan dan mencerminkan tidak adanya kemauan politik untuk membenahi masalah.
> “Ini bukan soal lupa atau tidak tahu, tapi soal pembiaran sistemik. Kalau Sekdis memang tidak tahu, maka hanya ada dua kemungkinan: dia simbol jabatan, atau dia bagian dari skenario pembiaran itu sendiri,” tegasnya.
Atas dasar itu, JARI mendesak Bupati Muaro Jambi untuk segera mencopot Kepala Dinas Kesehatan, Affifudin, bersama seluruh pejabat terkait seperti Kasubag Perencanaan, Bendahara BOK, hingga para kepala puskesmas yang diduga menerima aliran dana hasil potongan.
Desakan ini merujuk pada UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
> “Kalau sistem dibiarkan rusak, itu bukan cuma pengkhianatan terhadap negara, tapi juga pada kepercayaan rakyat,” lanjut Wandi.